Minggu, 27 April 2014

Penyesuaian Diri, Pertumbuhan Personal, dan Stres



1.      Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
A.    Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri atau sering disebut adaptasi yaitu suatu proses individu dalam melekatkan diri terhadap lingkungan. Individu dituntut untuk mengikuti segala sesuatu seperti aturan yang berlaku di dalam suatu lingkungan. Sebetulnya definisi untuk penyesuaian diri ini sangat luas. Seperti terdapat pendapat dari ahli seperti menurut Fromm adaptasi dapat dibedakan menjadi dua yakni adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Adaptasi statis digunakan untuk perubahan kebiasaan yang sederhana, contohnya orang yang pindah dari satu kota ke kota lain. Sedangkan adaptasi dinamik itu adalah situasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan, contohnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan mengancam.
Menurut psikologi sendiri, penyesuaian diri memiliki banyak arti, antara lain pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, bahkan pembentukan simtom. Penyesuaian diri bersifat relatif karena berbeda-beda dengan norma sosial dan budaya serta individu itu sendiri berbeda-beda dalam tingkah laku. Kriteria lain dalam penyesuaian diri yang baik adalah pengendalian diri sendiri yang berarti orang mengatur impuls-impuls, pikiran, kebiasaan, emosi dan tingkah laku berkaitan dengan prinsip yang dikenakan pada diri sendiri. Standar penilaian yang baik dari tingkat penyesuaian diri adalah pengendalian diri sendiri. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.
Sedangkan menurut Kartono (2002) Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dapat dihilangkan..
Adapun terdapat beberapa faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
1.       Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.


2.      Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3.      Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.Dari semua faktor-faktor  di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
B.     Penyesuaian Diri
Pertumbuhan adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.
Carl Rogers (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
·         Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
·         Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali.
·         Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan personal :
a.            Faktor biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
b.           Faktor geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
c.            Faktor budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.
Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran Asosiasi
Perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi Gestalt
Pertumbuhan adalah proses  perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
c. Aliran Sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.

1.      Penekanan Pertumbuhan Diri
Penekanan Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
2.      Variasi dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat di dalam atau mungkin di luar dirinya.
3.      Kondisi-Kondisi Untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Di samping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
4.      Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14) Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.

2.      Stress
A.    Arti Penting Stres
Stres merupakan suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.

B.     Tipe-Tipe Stress
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis yaitu:
a.       Frustasi
Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan.Frustasi adaa yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan,bencana alam,kematian,pengangguran,perselingkuhan,dll)
b.      Konflik
Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu approach-approach conflict,approach-avoidant conflict,avoidant-avoidant conflict.
c.       Tekanan
Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu.Tekanan juga dapat berasal dari luar diri individu.
d.      Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran, kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.

C.    Pendekatan Problem Solving Terhadap Stress
Salah satu cara dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Melakukan sugesti untuk diri sendiri, juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan).

SUMBER  : 
Semiun, Yustinus. 2001. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius
Kartono, Kartini. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
id.wikipedia.org/wiki/Stres

Senin, 07 April 2014

PSIKOTERAPI



·         Definisi Psikoterapi
Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien. Sedangkan Wampold (dalam Kertamuda, 2010) berpendapat bahwa psikoterapi adalah cara yang paling utama dalam interpersonal yang berlandaskan pada prinsip-prinsip psikologikal.
Wampold (2001) juga mengatakan bahwa psikoterapi adalah proses interaksi yang melibatkan partisipasi aktif dari terapis dan klien dalam hubungan terapeutik.
Menurut Sarwono (2009) psikoterapi adalah upaya intervensi oleh psikoterapis terlatih agar kliennya bisa mengatasi persoalannya. Pada dasarnya, metode psikoterapi adalah wawancara tatap muka perorangan,  tapi dalam prakteknya banyak variasi teknik psikoterapi, tergantung pada teori yang mendasarinya dan jenis masalah yang sedang dihadapi klien.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa psikoterapi adalah proses interaksi antara terapis dan klien yang berlandaskan prinsip-prinsip psikologikal agar klien bisa mengatasi persoalannya.
·         Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah untuk mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah ringan sampai gangguan mental berat) agar bisa berfungsi kembali dengan optimal sehingga klien tersebut bisa merasa bahwa dirinya lebih sehat mental (Sarwono, 2009).
Sedangkan Wohlberg (dalam Kertamuda, 2010) mengatakan bahwa psikoterapi memiliki beberapa tujuan, seperti :
1.      Menghilangkan, mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada
2.      Memperbaiki pola tingkah laku yang rusak
3.      Meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.
Menurut Wampold (2001) psikoterapi bertujuan untuk memfasilitasi adaptasi baik itu perilaku, persepsi, sikap, keyakinan, dan atau respon emosi klien.
·         Unsur Psikoterapi
Menurut Masserman (dalam Residen Bagian Psikiatri, 2007) menjelaskan bahwa terdapat delapan parameter pengaruh dasar yang mencakup unsur-unsur yang lazim pada semua jenis psikoterapi. Kedelapan parameter tersebut adalah :
1.      Peran Sosial (Martabat)
2.      Hubungan (Persekutuan Tarapeutik)
3.      Hak
4.      Retrospeksi
5.      Reduksi
6.      Rehabilitasi, Memperbaiki gangguan perilaku berat
7.      Resosialisasi
8.      Rekapitulasi
·         Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Beberapa ahli menyebutkan beberapa perbedaan antara konseling dan psikoterapi :
1.      Leona Tylor (dalam Kertamuda, 2010), menurutnya konseling menekankan pada menolong individu untuk menggunakan potensinya semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan psikoterapi biasanya dihunakan untuk pembenahan (reconstruktive) karena ada perubahan di dalam struktur kepribadian.
2.      Vance & Volksky (dalam Kertamuda, 2010), mengemukakan bahwa konseling diperuntukan bagi individu yang normal, masalahnya mengenai perkembangan yang alami. Sedangkan psikoterapi lebih kepada individu yang mengalami deviasi (tidak normal / penyimpangan psikis.
3.      Trotzer dan Trotzer (dalam Kertamuda, 2010), menjelaskan bahwa psikoterapi seringkali melakukan hubungan (relasi) untuk jangka waktu yang panjang (misalnya 20 sampai 40 sesi selama lebih dari 6 bulan hingga 2 tahun) dan juga terfokus pada perubahan perilaku. Sedangkan konseling lebih pada tujuan jangka pendek, yaitu antara 8-12 sesi yang terbagi ke dalam beberapa bulan dan terfokus kepada menemukan jalan keluar dari masalah.
Perbandingan antara konseling dan psikoterapi menurut Thomson, et.al., (dalam Komalasari, dkk. 2011) :
Konseling lebih banyak untuk
Psikoterapi lebih banyak untuk
1.      Konseli atau klien
1.      Pasien
2.      Masalah yang ringan
2.      Gangguan yang serius
3.      Masalah pribadi, sosial, pekerjaan, pendidikan, dan pengambilan keputusan
3.      Gangguan kepribadian
4.      Bersifat mencegah dan memberi perhatian pada perkembangan
4.      Bersifat remedial
5.      Pada setting pendidikan dan perkembangan
5.      Pada setting klinis dan medis
6.      Berada pada area kesadaran (conscious)
6.      Berada pada area ketidaksadaran (unconcious)
7.      Menggunakan metode pengajaran
7.      Menggunakan metode penyembuhan

·         Psikoterapi dalam berbagai Pendekatan Terhadap Mental Illness
1.      Wawancara Awal :
o   Dikemukakan apa yang akan terjadi selama terapi berlangsung, aturan-aturan, yang akan dilakukan terapi dan yang diharapkan dari klien, serta kontrak terapeutik (tujuan, harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dll.)
o   Selanjutkan akan diketahui apa yang menjadi masalah klien, klien akan menceritakan masalah (terdapat komitmen untuk mengkomunikasikan), terapis dan klien saling bekerjasama.
2.      Proses Terapi :
o   Mengkaji pengalaman klien, hubungan terapis dengan klien, dan pengenalan – penjelasan – pengartian perasaan & pengalaman klien.
3.      Pengertian Ke Tindakan :
o   Terapis bersama-sama dengan klien mengkaji dan mendiskusikan apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, serta pengetahuan klien akan aplikasinya nanti diperilaku dan kehidupan sehari-hari.
4.      Mengakhiri Terapi :
o   Terapi dapat berakhir jika tujuan telah tercapai, atau karena klien tidak melanjutkan lagi, atau terapis tidak dapat menolong kliennya lagi (merujuk ke ahli lain).
o   Beberapa pertemuan sebelum terapi berakhir klien diberitahu bahwa klien dipersiapkan untuk menjadi lebih mandiri menghadapi lingkungannya nanti.
·         Bentuk – Bentuk Utama Terapi :
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas (dalam Elvira, 2007), yaitu :
1.      Psikoterapi Suportif :
o   Bertujuan untuk : 1) mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada, 2) memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik, 3) perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.
o   Pendekatannya dengan cara bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan dan terapi kelompok.
2.      Psikoterapi Reedukatif :
o   Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.
o   Pendekatan dengan cara terapi perilaku, terapi kelompok. terapi keluarga, psikodarma, dll.
3.      Psikoterapi Rekonstruktif :
o   Bertujuan untuk dicapainya insight akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapau perubahan luas struktur kepribadian seseorang.
o   Pendekatan denfan cara psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Fromm, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.


SUMBER :
1.      Sarwono, S. W. (2009). Peningkatan Psikologi Umum. Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA.
2.      Elvira, S. D. (2007). Psikoterapi. Jurnal Kalimantan Scientiae, Vol. 25, No. 69.
3.      Kertamuda, F. (2010). Konseling: Teori dan KeterampilanDasar. Jakarta: Universitas Paramadina.
4.      Komalasari, Wahyuni & Karsih. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. INDEKS
5.     Lubis, D. B. & Elvira, S. D. (2005). Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi. Balai Penerbit FKUI.