Komunikasi
adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak
lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat
dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi
nonverbal.
ARTI
PENTING KOMUNIKASI
Komunikasi
itu penting, semua orang tahu, karena ini merupakan basic instinct dari setiap
makhluk hidup. Setiap makhluk punya cara komunikasi masing-masing, setiap
manusia pun tak lepas dari cara dia melakukan komunikasi. Kita tak bisa
membeda-bedakan bahasa, suku, adat, kebiasaan, tradisi maupun agama karena pada
dasarnya berkomunikasi, menyampaikan pesan itu asal dilakukan dengan baik dan
benar, serta dalam keadaan saling terbuka, pikiran jernih tanpa sentimen dan
perasaan negatif, pasti maksud yang ingin disampaikan dapat diterima.
PROSES DAN JENIS KOMUNIKASI
Contoh model
komunikasi yang sederhana digambarkan dibawah ini :
Jika salah
satu elemen komunikasi tidak
ada maka komunikasi tidak akan berjalan. Ada komponen-komponen dalam komunikasi
antara lain :
Ø Pengirim
(Sender=Sumber) adalah
seseorang yang mempunyai kebutuhan atau informasi serta mempunyai kepentinga
mengkomunikasikan kepada orang lain.
Ø Pengkodean
(Encoding) adalah
pengirim mengkodean informasi yang akan disampaikan ke dalam symbol atau isyarat.
Ø Pesan
(Massage), pesan dapat
dalam segala bentuk biasanya dapat dirasakan atau dimengerti satu atau lebih
dari indra penerima.
Ø Saluran
(Chanel) adalah cara
mentrasmisikan pesan, misal kertas untuk surat, udara untuk kata-kata yang
diucapkan.
Ø Penerima
(Recaiver) adalah
orang yang menafsirkan pesan penerima, jika pesan tidak disampaikan kepada
penerima maka komunikasi tidak akan terjadi.
Ø Penafsiran
kode (Decoding) adalah
proses dimana penerima menafsirkan pesan dan menterjemahkan menjadi informasi
yang berarti baginya. Jika semakin tepat penafsiran penerima terhadap pesan
yang dimaksudkan oleh penerima, Maka semakin efektif komunikasi yang terjadi.
Ø Umpan
balik (Feedback) adalah
pembalikan dari proses komunikasi dimana reaksi kominikasi pengirim dinyatakan.
DIMENSI KOMUNIKASI
Sesuai pengertian dan model
komunikasi, komunikasi dapat dilihat dari berbagai dimensi yakni sebagai
berikut :
A. Komunikasi
sebagai proses
Apabila komunikasi dipandang
sebagai proses maka komunikasi itu sendiri bersifat dinamis atau tidak tetap
sesuai unsur-unsur yang mengikutinya atau bisa disebut juga suatu kegiatan yang
bersifat dinamis. Dan dikatakan proses pun juga berarti unsur-unsurnya memang bersifat
aktif. Mari kita menelaah dari konteks komunikasi antarpribadi dengan
komunikasi massa mana yang disebut proses.
Apabila ditelaah dalam komunikasi antarpribadi yang disebut atau yang menunjukkan prose adalah saat dimana adanya kegiatan pengiriman pesan pada satu orang ke orang yg lain. Mulai dari adanya sebuah informasi lalu ada sender yang memberikan informasi dan adapula receiver yang mendapatkan informasi nah, ketika informasi itu berjalan mulai dari adanya hal yang akan disampaikan hingga diterima receiver itulah disebut proses.
Apabila ditelaah dalam komunikasi antarpribadi yang disebut atau yang menunjukkan prose adalah saat dimana adanya kegiatan pengiriman pesan pada satu orang ke orang yg lain. Mulai dari adanya sebuah informasi lalu ada sender yang memberikan informasi dan adapula receiver yang mendapatkan informasi nah, ketika informasi itu berjalan mulai dari adanya hal yang akan disampaikan hingga diterima receiver itulah disebut proses.
B. Komunikasi
Sebagai Simbolik
Hampir semua pernyataan
manusia dalam berkomunikasi tidak lepas dari simbol atau lambang. Apa simbol
itu sendiri? Simbol disini berarti sebuah tanda atau lambang hasil kreasi
manusia atau bisa dikatakan sebuah tanda hasil kreasi manusia yang dapat
menunjukkan kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Dalam
pernyataan “kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya” dapat
ditelaah kembali bahwa banyak faktor yang mempengaruhi adanya simbol itu
sendiri yaitu :
• Faktor budaya
• Faktor psikologis
Sehingga meskipun pesan yang
disampaikan sama tetapi bisa saja berbeda arti bilamana individu yang menerima
atau receiver nya mempunyai kerangka berpikir berbeda begitu juga latar
belakang budayanya.
Simbol dapat dinyatakan dalam
bentuk lisan ataupun tertulis (verbal), untuk bentuk tertulis banyak sekali
contohnya seperti puisi, syair, cerpen, novel, karya sastra lain, ataupun media
cetak koran, majalah dan sebagainya yang tertuang dari rangkaian-rangkaian kata
hitam di atas putih dan sejenisnya, itu semua sudah disebut komunikasi meskipun
tidak langsung bertemu dengan si penulis atau bahkan berhadapan langsung dengan
sender namun komunikasi dengan bentuk tertulis.
C. Komunikasi
Sebagai Sistem
Sistem sering diartikan
sebagai suatu aktifitas yang saling bergantung dan berinteraksi satu sama lain
antara unsur-unsurnya. Sehingga suatu sistem memiliki sifat menyeluruh,
bergantung, berurutan, mengontrol dirinya, seimbang, berubah, adaptif, dan
memiliki tujuan. Jadi intinya suatu kegiatan tidak akan berjalan dengan baik
apabila salah satu komponen unsurnya tidak bekerja dengan baik pula atau salah
satu saja tidak berfungsi maka kegiatan itu tidak bisa berjalan engan lancar.
Dari segi bentuknya ada
sistem terbuka dan tertutup yang mebedakan adalah sistem terbuka dimana
prosesnya terbuka tergantung pengaruh lingkungan sekitarnya, dan sistem
tertutup prosesnya tertutup dari pengaruh lingkungan luar. Contoh :
• Penelitian atau uji coba
makanan yang tidak boleh ada pengaruh dari luar, seperti : debu, musim, cuaca.
Dan hasilnya sudah pasti dapat diantisipasi.(sistem tertutup)
• Memilih agama yang dianut
banyak sekali pengaruh dari luar seperti : pihak keluarga, lingkungan mayoritas
penduduk menganut apa?, latar belakang budaya. (sistem terbuka)
Lalu apa kaitannya dengan
proses komunikasi, seperti yang saya jelaskan tadi di atas bahwa komunikasi
sebagai sistem berarti memiliki komponen-komponen atau unsur yang saling
berkaitan satu sama lain yaitu, sender, message, receiver, media, signal,etc.
Apabila itu semua ada yang tidak berfungsi atau mengalami gangguan maka
informasi atau komunikasi yang berjalan tidak akan berhasil sesuai harapan atau
bahkan bisa terjadi. Karena keterikatan komponen antara satu dengan yang
lainnya akan meng hasilkan feedback loops atau umpan balik dan hasilnya
merupakan kerja sama dari semua komponen yang ada (synergic).
D. Komunikasi
Sebagai Multidimensional
Apabila dilihat dari
multidimensional komunikasi ada dua sisi yaitu: dimensi isi dan dimensi hubungan.
• Dimensi
isi : lebih menunjukkan pada kata, bahasa dan informasi yang dibawa
pesan. Jadi seperti orang madura berbicara dengan orang jawa pasti bahasa yang
mereka gunakan pun juga berbeda disinilah dimensi isi menunjukkan hal tersebut
dalam komunikasi.
• Dimensi
hubungan : menunjukkan bagaimana proses komunikasi berinteraksi satu
sama lain. Masih dengan contoh diatas dimensi hubungan menunjukkan bagaimana
mereka berinteraksi, media apa yang mereka gunakan, apakah ada bahasa tubuh
atau simbol-simbol yang digunakan. Itu dilihat dari dimensi hubungan. Asumsi
dasar hubungan multidimensional adalah bahwa sumber tidak hanya mempengaruhi
pesan, tetapi juga bisa mempengaruhi komponen yang lainnya.
LEADERSHIP
Kepemimpinan
atau leadership adalah proses
memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
"melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.Dalam hubungan ini sang ahli
diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi.
Dalam bahasa
Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun,
raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam
konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya
mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah
pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang
berbeda.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu;
karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan
kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya
berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki
seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan
"pemimpin".
Arti pemimpin
adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya
kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga
dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini
Kartono, 1994 : 181).
TEORI
KEPEMIMPINAN
Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa
keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau
ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh
kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas
seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut
Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
– Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas,
orientasi masa depan;
– Sifat
inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– Kemampuan
untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan
(antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara
sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap
sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral
dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri
atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang
menerapkan prinsip keteladanan.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan
merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu
kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi
perilaku:
·
Perilaku seorang pemimpin
yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau
berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu
terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
organisasi.
·
Berorientasi kepada bawahan
dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh
penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada
pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain,
perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model
grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi
yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari
masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan
dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi
dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian
(1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain
berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan
fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal
pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan
sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang
berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan
mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di
sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian
pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang
tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan
sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada
tingkat struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan
seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk
menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi
kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang
berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan
dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah :
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah
pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu
mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus
dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan
bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan
faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin
dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu
disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat
peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta
bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin
dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
TEORI X & Y
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang
sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia
namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka
diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan
keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan
lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan
organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari asumi teori X itu maka McGregor
memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan
dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan
asumís teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan
kepuasan kepada orang. Keduanya bekerja
dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara
keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa
dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan
persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh
karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social,
penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan
fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor
menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk
melepaskan tali pengendali dengan memberikan kesempatan mengembangkan
potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi
orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan
pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori sistem 4 Rensis Likert
Gaya kepemimpian yaitu sikap dan tindakan yang
dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan
yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan. Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai
oleh beberapa hal sebagai berikut:
• Pemimpin
memberikan petunjuk kepada bawahan.
• Pemimpin
selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
• Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
• Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
• Pemimpin
lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan
bawahan.
Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada
karyawan atau bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
• Pemimpin
lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada
bawahan.
• Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
• Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.
bawahan.
• Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
• Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.
Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat
menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat system tersebut terdiri dari:
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat system tersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan eksploitif: manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer. Manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman; komunikasi atas ke bawah dengan kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan bawahan memiliki jarak yang jauh;
- Sistem 2, otoritatif dan benevolent: manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Manajemen menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke atas dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan sementara datang dari atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan ke tingkat yang lebih rendah, atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
- Sistem 3, konsultatif: manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman. Manajemen menawarkan hadiah, kadang-kadang hukuman; keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa yang lebih luas keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke atas sementara komunikasi penting hati-hati.
- Sistem 4, partisipatif: adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Manajemen kelompok mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan kinerja yang tinggi dengan beberapa penghargaan ekonomi; komunikasi mengalir ke segala arah dan terbuka dan jujur dengan pengambilan keputusan melalui proses kelompok dengan masing-masing kelompok terkait dengan orang lain dengan orang-orang yang menjadi anggota lebih dari satu kelompok yang disebut menghubungkan pin; dan bawahan dan atasan dekat. Hasilnya adalah produktivitas yang tinggi dan lebih baik hubungan industrial.
Seorang manajer dan supervisor harus selalu menyesuaikan perilaku memperhitungkan karyawan aktual, mengadaptasi prinsip-prinsip umum untuk harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan yang mereka miliki. Organisasi harus menghasilkan kondisi yang mendorong setiap manajer untuk menangani sensitif dengan mereka. Meskipun dimungkinkan untuk memiliki pekerjaan yang terpusat, manajemen tangguh, yang dapat mencapai produktivitas yang tinggi melalui sistem kontrol masih akan ada yang tidak menguntungkan mereka dan kami sikap antara karyawan terhadap pekerjaan dan manajemen, dengan pergantian buruh yang lebih tinggi dan lebih besar pekerja dan manajemen konflik. Suatu organisasi harus memiliki kesatuan integratif di mana hal-hal apa yang terjadi pada individu dan apa yang penting bagi organisasi adalah sebagai satu.
Rensis Likert memperluas studi kepemimpinan Michigan
dengan penelitian ke dalam apa yang membedakan manajer yang efektif dari
manajer tidak efektif. Di New Patterns of Management (1961) ia menulis bahwa
"atasan dengan catatan terbaik, kinerja utama mereka fokus perhatian pada
aspek manusia bawahan mereka 'masalah dan berusaha untuk membangun kelompok
kerja yang efektif dengan tujuan kinerja tinggi. "Likert mendefinisikan
dua gaya manajer.
1. Pekerjaan berpusat pada manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling produktif
2. Karyawan berpusat manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling efektif.
Likert juga menemukan bahwa manajer yang efektif menetapkan tujuan-tujuan spesifik, tetapi memberikan kebebasan karyawan dalam cara mereka mencapai tujuan tersebut. Hal ini telah disebut pengawasan umum, sebagai lawan dari pengawasan yang ketat. Dalam jargon bisnis modern ini disebut pemberdayaan.
Organisasi dan Karakteristik Kinerja Sistem Manajemen Berbeda
1. Pekerjaan berpusat pada manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling produktif
2. Karyawan berpusat manajer, ditemukan untuk menjadi yang paling efektif.
Likert juga menemukan bahwa manajer yang efektif menetapkan tujuan-tujuan spesifik, tetapi memberikan kebebasan karyawan dalam cara mereka mencapai tujuan tersebut. Hal ini telah disebut pengawasan umum, sebagai lawan dari pengawasan yang ketat. Dalam jargon bisnis modern ini disebut pemberdayaan.
Organisasi dan Karakteristik Kinerja Sistem Manajemen Berbeda
- System 1 tidak percaya takut, ancaman, dan hukuman sedikit interaksi, selalu ada ketidakpercayaa
- System 2 master / hamba imbalan dan hukuman sedikit interaksi, selalu berhati-hati
- System 3 substansial tapi tidak lengkap kepercayaannya penghargaan, hukuman, beberapa keterlibatan moderat interaksi, beberapa kepercayaan
- Sistem 4 kepercayaan penuh tujuan yang didasarkan pada partisipasi dan perbaikan luas interaksi. Friendly, kepercayaan yang tinggi.
Teori leadership Pattern Choice dari Tamenbaum &
Schmidt
Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara
lain sangat ditentukan oleh gaya (style) yang diadopsi manajemen. Teori ini
berpendapat tingkat keberhasilan pengmbilan keputusan sangat ditentukan oleh
sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya/cara yang dimaksud
lebih menyangkut pengambilan keputusan dan implementasi. Seseorang dapat
melakoni gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari yang sangat otokratik
hingga partisipatif.
Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental, motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental, motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang
pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan
masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok
untuk membuat peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas
– batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.
sumber
: